Padang – Suasana khidmat menyelimuti halaman Kantor Gubernur Sumatera Barat pada Jumat pagi, 6 Juni 2025. Ribuan umat Islam dari berbagai penjuru Kota Padang memadati lokasi untuk menunaikan Shalat Idul Adha 1446 Hijriah. Di tengah kesejukan pagi dan gema takbir yang menggema, kebersamaan umat terjalin erat dalam semangat pengorbanan dan ketakwaan.

Shalat Id kali ini dipimpin oleh H. Amrizal Djamain, S.H. sebagai imam, sementara khutbah Idul Adha disampaikan oleh Prof. Delmus Puneri Salim, Ph.D., Rektor Universitas Islam Negeri Mahmud Yunus Batusangkar. Dengan suara tenang namun penuh makna, Prof. Delmus mengajak jamaah merenungi esensi Idul Adha sebagai momentum besar untuk membangun kembali makna keikhlasan dan pengabdian.
Dalam khutbahnya, Prof. Delmus mengangkat kisah luar biasa Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS—sebuah teladan abadi tentang kepatuhan, cinta, dan kepercayaan antara ayah dan anak. Ketika Nabi Ismail menerima keputusan ayahnya dengan lapang dada karena perintah Allah, di situlah puncak ketundukan dan iman terlihat begitu nyata. “Ia tahu, bukan ayahnya yang ingin mengorbankannya, tetapi Tuhannya yang mengujinya,” ujar Prof. Delmus menyentuh hati para jamaah.

Namun, Prof. Delmus juga menyampaikan keprihatinan atas realita kehidupan keluarga masa kini. Ia menyoroti lemahnya hubungan antara orang tua, khususnya ayah, dan anak-anak di era modern. Banyak ayah yang larut dalam kesibukan dunia kerja, sementara anak-anak tumbuh tanpa arahan, kehilangan sosok teladan dalam rumah tangga. “Anak-anak menjadi fatherless, kehilangan pegangan, karena sang ayah hadir secara fisik namun absen secara emosional dan spiritual,” katanya.
Tidak hanya itu, ia juga mengingatkan bagaimana anak-anak saat ini banyak yang tenggelam dalam dunia digital, sibuk dengan gadget dan media sosial, hingga lupa pada bakti kepada orang tua. “Ini bukan hanya soal teknologi, tapi soal nilai dan perhatian yang tidak sampai,” tambahnya.

Prof. Delmus mengajak seluruh orang tua untuk kembali hadir secara utuh dalam kehidupan anak-anak mereka, sebagaimana Nabi Ibrahim hadir penuh cinta dan keimanan dalam hidup Ismail.
Khutbah tersebut menjadi pengingat yang menyentuh, bahwa makna Idul Adha lebih dari sekadar ritual tahunan. Ia adalah panggilan untuk memperkuat kembali ikatan keluarga, memperbaiki komunikasi yang terputus, dan menanamkan nilai-nilai ketauhidan serta kasih sayang dalam rumah. Sebab dari keluarga yang kuat dan penuh cinta, lahir generasi yang tangguh dalam iman dan akhlak.