By. Frans Rizal Agustiyanto
Dosen Pendidikan Fisika UIN Mahmud Yunus Batusangkar
Pagi ini (selasa, 7/11/2025), Kota Batusangkar di Kabupaten Tanah Datar diselimuti kabut tebal yang memengaruhi aktivitas masyarakat setempat. Fenomena kabut ini dapat dijelaskan melalui konsep fisika, khususnya dalam hal kondensasi dan pembiasan cahaya.
Proses Terbentuknya Kabut
Kabut adalah kumpulan tetesan air kecil yang melayang di dekat permukaan tanah, terbentuk ketika udara yang lembap mengalami pendinginan hingga mencapai titik embun. Pada kondisi ini, uap air di udara mengalami kondensasi, berubah menjadi tetesan air kecil yang mengapung dan membentuk kabut.
Secara Fisika, proses ini melibatkan konsep kelembapan relatif dan pendinginan adiabatik. Kelembapan relatif adalah perbandingan antara jumlah uap air yang ada di udara dengan jumlah maksimum uap air yang dapat ditampung udara pada suhu tertentu. Ketika udara lembap (kandungan air tinggi) naik ke atmosfer yang lebih tinggi dan lebih dingin, ia mengalami pendinginan adiabatik, yaitu pendinginan tanpa pertukaran panas (Heat Transfer) dengan lingkungan sekitarnya. Akibatnya, suhu udara (gas) turun hingga mencapai titik embun (dew point temperature), menyebabkan uap air yang ada di udara mulai mengembun atau berubah dari bentuk gas menjadi tetesan air kecil. Tetesan air ini kemudian menggantung di udara, membentuk kabut.
Pengaruh Kabut terhadap Penglihatan
Kabut tebal dapat mengurangi jarak pandang secara signifikan. Secara fisika, hal ini disebabkan oleh hamburan Cahaya atau scattering light (optik). Tetesan air dalam kabut berukuran cukup kecil untuk menyebabkan hamburan Mie, yaitu hamburan cahaya yang terjadi ketika partikel penghambur berukuran sebanding dengan panjang gelombang cahaya tampak. Hamburan ini menyebabkan cahaya menyebar ke berbagai arah, mengurangi intensitas cahaya yang mencapai mata pengamat dan menghasilkan efek pengaburan, sehingga objek-objek di kejauhan tampak samar atau tidak terlihat sama sekali (tidak jelas).
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pembentukan Kabut
Beberapa faktor fisika yang mengaruhi pembentukan kabut antara lain:
- Suhu Udara: Penurunan suhu udara hingga mencapai atau di bawah titik embun meningkatkan kemungkinan terbentuknya kabut.
- Kelembapan Udara: Kelembapan yang tinggi berarti kandungan uap air di udara lebih banyak, sehingga lebih mudah mencapai kondisi jenuh dan membentuk kabut.
- Angin: Angin lemah atau tenang memungkinkan akumulasi uap air di dekat permukaan tanah, mendukung pembentukan kabut. Sebaliknya, angin kencang cenderung menghambat pembentukan kabut dengan mencampur lapisan udara dan mengurangi kelembapan relatif lokal.
- Topografi: Daerah dengan cekungan atau lembah, seperti kota Batusangkar, cenderung mengalami pendinginan udara yang lebih cepat pada malam hari, meningkatkan peluang terbentuknya kabut pada pagi hari.
Kesimpulan
Fenomena kabut tebal yang terjadi di kota Batusangkar pagi ini merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor fisika, termasuk pendinginan udara, kelembapan tinggi, dan kondisi atmosfer yang stabil. Memahami proses fisika di balik pembentuka kabut dapat membantu masyarakat mengantisipasi dampaknya, terutama terkait dengan penurunan jarak pandang yang dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai kondisi cuaca dan peringatan dini, masyarakat disarankan untuk memantau pembaruan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sumatera Barat.
Referansi
- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Laporan Cuaca dan Prakiraan Kabut di Sumatera Barat. https://www.bmkg.go.id
- National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Fog Formation and Dissipation Mechanisms. https://www.noaa.gov
- NASA Earth Observatory. Scattering of Light and Atmospheric Optics. https://earthobservatory.nasa.gov